Kurangi Rencana Utang Rp973 T di 2022 dengan Alihkan Anggaran

Jakarta, CNN Indonesia --

Indonesia masih belum bisa lepas dari penarikan utang. Tahun depan, pemerintah berencana menambah utang lagi Rp973,58 triliun.

Rencana utang itu tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Angka rencana penarikan utang itu memang lebih rendah 5,2 persen dibandingkan outlook APBN 2021 sebesar Rp1.026,98 triliun.

"Kebutuhan pembiayaan utang akan dipenuhi secara pragmatis, oportunistik, fleksibel dan prudent dengan melihat peluang di pasar keuangan," bunyi informasi dalam Buku II Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.


Buku itu merinci sebagian besar pembiayaan utang akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto. Totalnya, Rp991,3 triliun.

Rencana penerbitan SBN itu naik dari outlook APBN 2021 yang Rp992,8 triliun. Selain penerbitan SBN, pemerintah juga akan mencari pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri.

Sejumlah ekonom sepakat Indonesia memang masih membutuhkan pembiayaan utang guna menambal defisit anggaran tahun depan yang diproyeksi mencapai Rp868 triliun atau 4,85 persen dari PDB . Namun sejatinya, target rencana penarikan utang sebenarnya masih bisa dikurangi.

Alternatif yang mereka sampaikan adalah dengan menekan pos-pos belanja bersifat birokratis, konsumtif, serta non prioritas.

"(Target penarikan utang) masih bisa direduksi lagi. Masih bisa dilakukan penyesuaian lagi, sehingga beban utang bisa lebih rendah, masih ada waktu kan. Mulai dari pengaturan defisit APBN kemudian belanja yang dianggap tidak urgent (penting) itu masih ada ruang," ujar Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/8).

Ia memperkirakan prioritas penggunaan anggaran dalam APBN 2022 kemungkinan besar masih terkuras untuk sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Karenanya, belanja non prioritas seperti infrastruktur sebaiknya dipangkas. Tahun depan, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp384,77 triliun.

Selain itu, Bhima melihat masih ada ruang pemangkasan anggaran dari belanja pegawai dan barang. Dalam RAPBN 2022, belanja pegawai dari seluruh K/L disiapkan sebesar Rp266,41 triliun dan belanja barang K/L Rp336,03 triliun.

Apabila dijumlahkan, anggaran kedua belanja itu mencapai 31,09 persen dari total belanja pemerintah pusat yang Rp1.938,3 triliun.

Dalam beberapa tahun terakhir, ia menuturkan kedua pos belanja itu mendapat jatah paling besar. Selain keduanya, alokasi prioritas belanja pemerintah adalah pembayaran bunga utang, yang ditargetkan naik 10,65 persen menjadi Rp405,9 triliun pada 2022 mendatang.

"Mau tidak mau pemerintah harus menyesuaikan dari sisi belanja, khususnya belanja birokrasi ditekan. Misalnya, kenaikan gaji ASN sebaiknya ditunda dulu biar belanja pegawai lebih hemat. Lalu, Rp384 triliun dialokasikan untuk infrastruktur, itu sebaiknya bisa ditunda dulu sebagian," ujarnya.

Ia mengatakan langkah itu perlu dilakukan pemerintah karena ada beberapa risiko yang dikhawatirkan terjadi jika penarikan utang tidak diimbangi dengan pengelolaan secara prudent. Risiko pertama, tambahan utang berpotensi menjadi beban bagi perekonomian, alih-alih menggerakkannya.

Tanpa pengelolaan yang prudent, kenaikan utang yang tidak diimbangi kemampuan bayar hanya akan mengerek beban pembayaran bunga utang. Konsekuensinya, ruang fiskal semakin sempit sehingga pemerintah tidak memiliki banyak ruang untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian anggaran apabila terjadi gejolak.

"Ini yang cukup dikhawatirkan sehingga bisa mengarah bagi overhang, artinya utang bukan lagi menjadi leverage bagi perekonomian, tapi justru bisa turunkan potensi pertumbuhan ekonomi. Sebab, lebih berat bayar bunga utang dan belanja yang sifatnya konsumtif," ujarnya.

Kedua, risiko global yang membayangi ekonomi dalam negeri tahun depan. Risiko itu berbentuk pengetatan kebijakan moneter AS (tapering off).

Infografis Alokasi Belanja Negara yang Digelontorkan Jokowi di RAPBN 2022Infografis Alokasi Belanja Negara yang Digelontorkan Jokowi di RAPBN 2022. (CNNIndonesia/Basith Subastian).

Kebijakan itu diprediksi meningkatkan risiko di pasar keuangan karena modal bisa mengalir kembali ke negara maju apabila terjadi gejolak.

Dengan posisi utang yang mayoritas penarikannya dilakukan dalam bentuk SBN, ini cukup berisiko. Apalagi, tahun depan, pemerintah menargetkan pembiayaan utang bersumber dari SBN (neto) Rp991,3 triliun.

Menurutnya, pemerintah lebih memilih penerbitan SBN untuk pembiayaan utang lantaran penggunaan dananya lebih fleksibel. Hal ini berbeda dengan utang dari pinjaman multilateral atau bilateral yang alokasinya spesifik untuk program tertentu, memiliki disiplin fiskal ketat, serta proses lama.

"Semakin dominan SBN ini imbasnya adalah akan lebih riskan pada stabilitas moneter dan keuangan. Sebab, ketika kepemilikan asing mengalami penurunan tajam karena gejolak eksternal tadi, ini akan memicu gangguan pada nilai tukar rupiah," ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan tingkat suku bunga SBN lebih tinggi ketimbang pinjaman bilateral dan multilateral. Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar pemerintah mencoba alternatif pembiayaan defisit anggaran dari sumber non utang.

Salah satunya, kata Bhima, adalah dana filantropis dalam negeri.

"Dalam situasi pandemi, jumlah orang kaya di Indonesia tambah 65 ribu orang. Mereka seharusnya didorong membentuk dana filantropis untuk pemulihan ekonomi dan penanganan pandemi," ujarnya.

Sejalan dengan itu, pemerintah mau tidak mau harus mendorong penerimaan pajak secara tepat sasaran. Dalam arti, pungutan pajak tidak hanya menyasar wajib pajak yang patuh, tetapi meningkatkan kepatuhan dari wajib pajak badan maupun individu lainnya yang masih rendah.

Utang Masih Aman BACA HALAMAN BERIKUTNYA

0 Response to "Kurangi Rencana Utang Rp973 T di 2022 dengan Alihkan Anggaran"

Post a Comment